Framework Biar Gak Nge-Blank Tiap Diskusi sama Senior
Strategi ampuh untuk komunikasi lebih efektif
Hi buddy,
Waktu awal-awal kerja, gue sering merasa yang bikin capek itu bukan kerjaannya, tapi komunikasinya.
Bukan sekali dua kali gue ngalamin situasi kayak gini:
Udah nyiapin materi meeting dari pagi, latihan berkali-kali, dan hasilnya gue bisa menyampaikan dengan lancar.
Tapi sayangnya omongan gue kayak gak benar-benar didengarkan sama senior. Berasa masuk telinga kanan, langsung keluar di telinga kiri.
Gue sempet mikir:
“Mungkin gue emang gak jago ngomong aja.”
Atau,
“Mungkin mereka aja yang terlalu dominan.”
Tapi setelah gue pelajari lebih dalam, ternyata masalahnya bukan di siapa yang lebih dominan, tapi siapa yang lebih paham cara berkomunikasi dengan efektif.
Di episode newsletter kali ini, gue mau bahas satu framework sederhana yang bisa bantu lo ngomong dengan lebih percaya diri.
Bahkan sama orang yang lebih senior, dominan, atau banyak maunya.
Framework ini namanya 3-3-3.
Di episode newsletter kali ini, gue akan share
3 hal yang perlu dipahami sebelum komunikasi
3 hasil yang ingin dicapai saat komunikasi
3 langkah negosiasi biar tetap terarah
Framework ini bukan cuma soal ngomong lebih lancar, tapi gimana caranya bikin komunikasi kerja jadi efektif, berwibawa, dan kolaboratif.
Karena di dunia kerja, yang didenger bukan siapa yang paling banyak ngomong, tapi siapa yang paling bisa bikin orang lain mau mendengarkan.
Langsung kita bahas, ya
A. Tiga hal yang perlu kita pahami dari lawan bicara
Sebelum ngomong sama siapapun, pahami dulu:
Tujuan. Apa yang ingin dia capai?
Cara kerja. Gimana cara dia bekerja?
Kepribadian. Gimana pembawaannya sehari-hari?
Tujuannya: biar kita bisa memposisikan diri dan menyesuaikan gaya komunikasi paling efektif buat orang itu.
Contoh kasus:
Lo sedang mengerjakan project bareng departemen lain.
Mereka sering kasih request dengan timeline super mepet dan lo pengen negosiasi cara kerja supaya sama-sama enak.
Yuk kita analisis.
Tujuan: Dia mau hasilnya sempurna, alias perfeksionis.
Cara kerja: Sporadis, suka ngasi last minute request.
Kepribadian: Cukup bersahabat. Masih bisa diajak ngobrol baik-baik.
B. Tiga hasil yang kita harapkan dari komunikasi
Gunakan framework Think – Feel – Do.
Sebelum ngobrol, tentukan dulu:
Think. Apa yang mau dia pikirkan?
Feel. Apa yang mau dia rasakan?
Do. Apa yang mau dia lakukan?
(a) Think - Apa yang perlu dia pikirkan?
Kita pengen lawan bicara sadar bahwa last-minute request dengan requirement nggak jelas itu justru merugikan mereka sendiri.
Jangan bilang, “Tolong dong, jangan terlalu ketat. Kita repot nih.”
Karena, jujur aja, orang paling peduli sama dirinya sendiri.
Jadi, bikin mereka paham bahwa kebiasaan itu juga merugikan mereka.
(b) Feel - Apa yang perlu dia rasakan?
Kita juga mau mereka merasa:
Dipahami
Dimengerti
Tenang
Apalagi kalau konteksnya negosiasi.
Biasanya mereka bisa ngerasa, “Lo tuh gak ngerti cara kerja tim kita.”
Maka, tunjukkan empati dulu sebelum minta perubahan. Sehingga mereka merasa dipahami dan dimengerti.
(c) Do - Apa yang perlu dia lakukan?
Baru, setelah itu, kita arahkan ke tindakan. Kita pengen mereka:
Kasih request yang lebih jelas
Dengan timeline yang lebih masuk akal
Jadi, sebelum komunikasi dimulai, kita udah jelas dulu, apa outcome yang mau dicapai.
C. Tiga langkah negosiasi
Wajar kalau di tengah negosiasi ada perubahan. Tapi biar tetap terarah, lakukan tiga langkah ini:
Buka dengan energi positif
Tentukan ruang lingkup perbedaan
Setujui langkah selanjutnya
(1) Buka dengan energi positif
Terutama kalau topiknya sensitif.
Contoh skrip:
“Kak, aku mau bahas soal cara kerja kita. Beberapa project kita lagi berisiko melewati deadline. Aku pengen kita bahas bareng apa yang bisa dilakukan ke depannya. Kalau Kakak oke, aku mau nanya beberapa hal dulu biar aku paham situasinya dari sudut pandang Kakak.”
Tujuannya:
Kita menunjukkan niat kolaboratif
Bukan nyalahin pihak lain
Kasi beberapa pertanyaan supaya paham situasi lawan bicara kita
“Apa sih goal yang mau dicapai di project ini?”
“So far, challenge apa yang Kakak hadapi?”
“Apa yang udah Kakak lakukan untuk menghadapi challenge itu?”
Biasanya, kalo stakeholder punya kebiasaan ngasi last minute request, kemungkinan besar dia juga punya tekanan dari pihak lain. Jawaban pertanyaan ini membantu kita memahami konteks mereka dulu sebelum negosiasi lebih jauh.
(2) Tentukan ruang lingkup perbedaan
Sebelum langsung “rekonsiliasi”, kecilkan dulu area konfliknya.
Karena sering kali kita sebenarnya punya tujuan yang sama, tapi terlalu fokus ke perbedaan.
Mulai dari membuat kesepakatan lalu identifikasi perbedaan. Contoh komunikasinya bisa gini:
“Kak, kalau aku lihat kita udah ada beberapa kesepakatan. Pertama, kita sama-sama mau bikin produk yang bagus untuk pelanggan. Kedua, kita sama-sama mau cari cara kerja yang enak. Ketiga, kita sama-sama setuju akan pentingnya diskusi di awal.”
“Mungkin yang perlu kita bahas adalah poin-poin apa yang perlu jelas di awal dan ekspektasi waktu pengerjaannya. Nah kalau dari Kakak gimana pendapatnya? Kalau oke, kita bahas detailnya ya”
Setelah itu, kita bisa ngasi usulan gimana cara kerja yang lebih oke.
(3) Setujui langkah selanjutnya
Ada tiga kemungkinan hasil negosiasi:
My Way or No Way. Memaksakan kepentingan
→ Bisa jadi valid, biasanya cocok untuk hal yang berhubungan dengan hukum, regulasi dan kepatuhan.
Saya ngikut aja. Tidak memperjuangkan kepentingan.
→ Gak apa-apa, gak harus kita selalu menang, asal konteksnya gak terlalu penting buat kita.
Kolaborasi. Mencari cara agar sama-sama menang.
→ Kita cari cara kerja yang lebih smooth dan disepakati bareng.
Kesimpulan
Bisa berkomunikasi dengan lancar itu bukan soal bakat, tapi skill dan bisa dipelajari siapapun.
Cobain deh framework ini dengan konsisten, lalu lihat hasilnya. Cek gimana perubahan karier dan hubungan lo dengan rekan kerja.
Kalo lo pengen belajar lebih dalam soal komunikasi, gue bahas ini detail di salah satu chapter di buku gue, SOLID Skills bab Influential Communication.
Interested to learn with me?
Ada beberapa cara untuk belajar lebih dalam sama saya, silakan pilih yang cocok sama kebutuhanmu.
Corporate Workshop Program
Sudah ada 60+ organisasi yang mengundang saya untuk memberikan pelatihan di organisasi mereka tentang leadership. Beberapa topik yang sering saya bawakan
Strategic Thinking
Building a High-Performing Team
Professional Communication
Silakan cek detailnya di sini
Self Paced Course
473+ orang yang udah belajar project management dan strategic thinking melalui kelas rekaman yang bisa diakses dimana saja dan kapan saja.
FYI, beberapa peserta kami meminta kantor mereka mereimburse sehingga mereka bisa belajar secara gratis. Siapa tahu kantor kamu juga menawarkan benefit yang serupa.
Silakan cek detailnya di sini
Buku SOLID Skills
Sudah ada 700+ orang yang membaca buku SOLID Skills. Di buku ini gue share fondasi kesuksesan karier di masa depan dunia kerja, yaitu dengan punya 5 skill paling utama.
Strategic Thinking
Operational Excellence
Learning Agility
Influential Communication
Digital Mindfulness
Kalo lo mau baca bukunya, silakan pesan di sini
Content of The Week
LinkedIn - Atasan yang micromanage vs Atasan yang percaya
Ada dua tipe pemimpin kalo ngomongin otonomi kerja. Yang satu mengontrol setiap tugas kecil. Yang satu cukup tahu arah besar dan percaya sisanya bakal beres. Lo mau jadi tipe yang mana?
X - 10 Tanda tim yang SOLID dan beneran kerja
Kinerja tim itu gak diukur dari berapa lama mereka bekerja. Tapi seberapa kompak mereka kerja bareng. Biasanya mereka punya 10 kebiasaan ini.
Instagram - Bahayanya ketika pikiran kita gak pernah didebat
Tanpa sadar kita bisa berhenti belajar Itu terjadi ketika kita stop dengerin opini yang berbeda. Ini cara yang gue lakukan biar tetap kaya dalam hal perspektif sehingga keputusan yang gue buat lebih kreatif dan tepat.
Tiktok - Nggak enak jadi bos teman sendiri? Ini solusinya
Baru aja dipromosi dan naik jabatan, tapi jadi awkward sama tim yang tadinya peer kita? Gini cara biar lebih profesional. Gue jelasin di video.

