Lima Alasan Kenapa Kita Sering Membuat Keputusan yang Buruk |#53
Dan solusi yang bisa lo lakukan
Hi Buddy!
Di episode minggu lalu gue share kalau gue lagi bikin course Strategic Thinking Mastery
Di course ini gue akan mengajarkan skill berpikir strategis dengan basis landasan teori dan pengalaman personal gue
Buat yang penasaran, gue spill ya silabusnya
Yuk join waitlist supaya lo dapat harga spesial saat launching di tanggal 25 Juni
Cari tahu detailnya di page ini
Di episode kali ini gue akan share:
Cerita gue galau mau lanjut S2 atau gak
Pengalaman gue dalam mengambil keputusan
Definisi keputusaan yang tepat
5 Alasan kenapa kita sering membuat keputusan yang buruk
Solusi supaya keputusan lo bisa lebih jitu lagi kedepannya
Gue hampir membuat keputusan yang buruk ketika mempertimbangkan mau ambil S2.
Saat itu, gue udah bekerja selama beberapa tahun. Gue merasa udah mendapatkan pengalaman dan skill yang cukup. Di sisi lain, gue merasa perlu mengembangkan kualitas gue dengan harapan karir gue bisa makin naik.
Gue kepikiran untuk lanjut S2. Apalagi mengingat kalau udah banyak banget temen gue yang ambil S2 bahkan dapat beasiswa kuliah gratis ke luar negeri.
Selain itu, punya titel S2 juga kelihatannya keren dan bakal meningkatkan kredibilitas gue. Saat itu, gue lumayan tertarik untuk mengambil S2.
Tetapi sebelum memutuskan, gue meluangkan waktu untuk ngobrol sama temen gue.
Lalu temen gue nanya gini, "Emangnya lo udah bener-bener mempertimbangkan keputusan itu?"
Saat ditanya gitu, gue gak bisa jawab karena memang gue belum memikirkan itu dengan terstruktur dan membedah semua variabelnya.
Pertanyaan itu mendorong gue berpikir lebih menyeluruh dan gak terburu-buru. Untuk membuat keputusan yang lebih matang, gue menanyakan 3 pertanyaan penting ini.
Apa prioritas gue dalam beberapa tahun ke depan?
Seberapa relevan S2 terhadap prioritas tersebut?
Selain S2, apa cara lain yang bisa gue coba?
Setelah gue menjawab 3 pertanyaan tadi, gue memilih untuk gak lanjut S2 karena
Ga sejalan sama tujuan gue
Saat itu gue lagi bangun bisnis dan ga butuh break lama dari pekerjaan. Sedangkan kalau S2, perlu energi dan waktu yang besar, jadi ga cocok sama konteks dan tujuan gue.
Ada alternatif lain
Kalau mau menambah ilmu ada alternatif lain selain S2, bisa beli course, baca buku atau ngobrol sama praktisi.
Alternatifnya better dengan konteks gue sekarang
Profesi gue ga menuntut untuk punya gelas master, gue bisa belajar lebih spesifik dan langsung praktek.
Dari pertimbangan itu, akhirnya gue yakin untuk ga ambil S2 dulu pada saat itu.
Setelah gue refleksi, proses pengambilan keputusan ini adalah satu yang komprehensif karena gue ga bergantung pada insting atau emosi. Tetapi secara sadar gue mengeksplor alternatif pilihan dan mengukur mana yang paling cocok sama konteks gue.
Gue bisa dengan pede bilang bahwa ini salah satu keputusan bagus yang gue buat.
Sayangnya, selama ini kita, termasuk gue sering tanpa sadar membuat keputusan yang buruk.
Sebelum gue bahas kenapa nya, gue mau mendefinisikan dulu sebenarnya apa sih yang dimaksud keputusan yang tepat dan keputusan yang buruk.
Apa itu Keputusan yang Tepat?
Menurut gue, keputusan yang bagus itu bukan dinilai dari hasilnya, tetapi dilihat dari proses pengambilan keputusannya.
Jadi keputusan yang berkualitas adalah ketika prosesnya dilakukan dengan matang dan menyeluruh.
Artinya, ada keputusan yang prosesnya jelek tapi hasilnya bagus. Sebaliknya ada keputusan yang prosesnya matang tapi hasilnya jelek.
Menurut gue, proses lebih realistis untuk dijadikan acuan dan dioptimalkan karena lebih bisa dikendalikan dibandingkan hasil.
Keputusan dinilai buruk ketika kita nge-skip sebagian atau seluruh prosesnya. Entah itu tahapan mengumpulkan informasi, menguraikan pro dan kontra atau memitigasi risiko.
Kenapa Selama ini Kita Sering Membuat Keputusan yang Buruk?
Kita sering ga menjalani proses pengambilan keputusan dengan runut dan menyeluruh. Ketika ada masalah cenderung reaktif dan terburu-buru dalam mengambil keputusan.
Kenapa itu terjadi?
Untuk menjawab hal ini, gue mau mengambil teori menarik dari buku Thinking Fast and Slow dari Daniel Kahneman.
Ada dua cara berpikir yang dinamakan Sistem 1 dan Sistem 2.
Sistem 1 adalah proses berpikir yang terjadi otomatis, intuitif, dan biasanya ga butuh banyak usaha.
Sistem 2 adalah proses berpikir yang lebih lambat, butuh banyak usaha, dan biasanya cenderung logis dan sadar.
Dari teori ini, kita tau sebaiknya pakai Sistem 2 untuk mengambil keputusan yang penting.
Tantangannya adalah berpikir dengan Sistem 2 ini butuh usaha dan energi yang lebih besar dibandingkan sistem 1.
5 Alasan Kenapa Kita Sering Mengambil Keputusan yang Buruk
Kita menggunakan Sistem 1 untuk membuat keputusan-keputusan yang penting. Ini 5 alasan kenapa kita sulit memakai Sistem 2
1. Kita terlalu capek dan malas
Proses dengan langkah yang panjang dan analisis yang dalam itu butuh banyak energi.
Kita perlu paham apa situasi yang lagi kita hadapi, tujuan yang mau dicapai, dan bagaimana cara mencapainya.
Kita butuh banyak data, baik kuantitatif dan kualitatif. Belum lagi untuk memprosesnya, kita perlu memilih metode berpikir yang tepat.
Sering kali kita gak punya energi untuk melakukannya dan lebih mempercayai insting saja.
Padahal menjadikan insting sebagai satu-satunya alat mengambil keputusan rentan menjebak kita pada Availability Bias. Kecenderungan kita untuk menggunakan informasi yang langsung terlintas di pikiran kita ketika membuat keputusan.
Contohnya, banyak orang ingin bikin startup karena sering mendengar cerita kesuksesan orang yang berhasil. Padahal menurut riset, 90% startup bangkrut dalam jangka panjang.
2. Bergantung hanya pada pengalaman sebelumnya
"Kemarin kan berhasil, ya udah pakai cara itu aja"
Instead of melakukan perencanaan yang proper, kita langsung mengeksekusi sesuai dengan pengalaman sebelumnya.
Kita sering lupa perubahan kecil pada konteks bisa berpengaruh besar terhadap strategi yang kita buat.
Misalnya dulu berhasil jualan dengan cara bikin iklan dengan brosur, tetapi kalau sekarang, beriklan di social media cenderung lebih efektif dengan biaya yang jauh lebih rendah.
3. Pernah nyoba tapi ga berhasil
Mungkin sebelumnya lo udah pernah membuat plan ataupun berpikir dengan cara yang terstruktur yang ternyata hasilnya gak memuaskan.
Kita menjadikan kegagalan itu sebagai pembenaran untuk ga perlu berpikir terlalu dalam, yang penting eksekusinya.
Kalo lo sering terjebak dengan pemikiran kaya gini, mungkin lo mengalami Negativity Bias. Kecenderungan di mana kita lebih mengingat pengalaman yang ga menyenangkan dibandingkan dengan ingatan positif.
Gue ingin mempertegas kalau perencanaan itu memang ga menjamin kesuksesan. Tetapi tanpa perencanaan sama sekali juga bisa membuat lo semakin jauh dari hasil yang lo inginkan.
4. Gak sabaran
Gue paham semua orang ingin progress dan ingin mencapai tujuannya. Ketika stuck atau ga membuat progress sama sekali, kita takut menyia-nyiakan waktu yang kita punya.
Fenomena ini dinamakan Present Biased. Kecenderungan orang-orang untuk ngasi bobot lebih besar pada situasi sekarang dibandingkan masa depan ketika membuat keputusan.
Bias ini membuat kita lebih memprioritaskan reward langsung dibandingkan reward di masa depan yang mungkin jauh lebih menguntungkan.
Ketika ga ada reward langsung atau progress yang terlihat saat itu juga, cenderung ingin menyerah. Padahal effort hari ini menentukan hasil yang kita dapat di masa depan.
5. Kita terikat dengan ide lama
Kita sering mengira, kita adalah orang yang rasional. Padahal sebenarnya, banyak dari pola keputusan kita itu irasional. Kalau ingin mempelajari lebih lanjut, lo bisa baca buku Predictably Irrational.
Kita pikir kita tahu manfaat dari A lalu memilihnya. Padahal terkadang justru sebaliknya. Kita ingin memilih A dan mencari-cari manfaatnya agar pilihan kita terkesan rasional dan bisa dipertanggungjawabkan.
Nah fenomena ini disebut Bias Konfirmasi yaitu kecenderungan kita untuk menyukai informasi / keputusan yang menegaskan keyakinan kita sebelumnya.
Jadi apa yang sebaiknya kita lakukan?
Melatih diri untuk berpikir dengan Sistem 2 terutama pada keputusan-keputusan yang penting dengan konsekuensi jangka panjang.
Misalnya keputusan mau memilih karier seperti apa, memilih menikah dengan siapa, memilih akan tinggal di mana dalam jangka panjang dan lainnya.
Kalau lo tertarik untuk meningkatkan skill ini, gue ada course yang cocok sama lo
Gue sedang menyiapkan course Strategic Thinking Mastery, di mana gue akan mengajarkan skill berpikir strategis dengan basis landasan teori dan pengalaman personal gue.
Berikut silabus materinya
Course ini akan rilis di tanggal 25 Juni 2024
Cari tahu detailnya di page ini
Kalau lo tertarik, jangan lupa join waitlist supaya bisa dapat harga spesial saat launching
Recap
5 Alasan Kenapa Kita Sering Mengambil Keputusan yang Buruk
Kita terlalu capek dan males
Bergantung hanya pada pengalaman sebelumnya
Pernah nyoba tapi gagal
Gak sabaran
Kita terikat sama ide lama
Apa kebiasaan yang ingin lo bangun untuk meningkatkan skill berpikir strategis?
Content of The Week
LinkedIn - 9 budaya kantor yang bikin burnout
Kadang kita ga sadar menjalani budaya kantor yang bikin burnout. Karena kita udah mewajari hal itu, padahal dampaknya negatif. Yuk evaluasi, berapa poin yang lo alami di kantor yang sekarang?
Tiktok - 9 Tanda lo karyawan berkualitas tinggi
Karyawan berkualitas tinggi gak hanya dinilai dari kerja keras atau pencapaiannya saja. Tetapi ada kualitas yang jarang ditulis di loker atau kompetisi apa pun, tapi sangat bernilai.
Instagram - Gak jadi resign karena buku
Jangan resign terlalu cepat sebelum lo mempertimbangkan 3 hal ini. Gue hampir resign dari kerjaan kantoran, tapi setelah baca buku ini gue mengurungkan niat gue.