Dulu, gue tipe orang yang gak bisa diam.
Kalender selalu penuh, to do list yang panjang dan kalo gak sibuk sering merasa bersalah.
Di saat-saat tertentu, perasaan ini bantu gue fokus melakukan sesuatu dan mencegah gue dari menunda-nunda.
Tapi ini berlangsung terus-terusan dan sulit untuk di-stop.
Gue merasa terus tertuntut untuk produktif dan gak tau kapan harus berhenti.
Anehnya, makin gue sibuk bukannya puas, gue makin sulit merasa cukup. Ujungnya, gue cuma capek dan merasa kosong.
Gue melakukan refleksi dan membaca buku Do Nothing yang ngasi insight menarik dan relevan di situasi gue saat itu.
Di newsletter episode ini, gue bahas:
Kenapa kita merasa bersalah ketika ga produktif?
Buku Do Nothing
5 Insight dari buku Do Nothing
Kenapa kita merasa bersalah ketika gak produktif?
Hustle culture
Dulu, waktu luang menandakan kekayaan dan status sosial tinggi. Sekarang sebaliknya, semakin terlihat sibuk semakin keren.
Bahkan di medsos, kita berlomba-lomba terlihat paling produktif. Sayangnya banyak orang mengira produktif = sibuk.
Alhasil untuk terlihat produktif, caranya adalah dengan menjadi sibuk. Bikin agenda full dari pagi-malam, mulai dari kerja, meeting, cek email, webinar, lembur, dls.
Pencapaian = Harga diri
Pandangan ini membuat kita terus menerus mengejar pencapaian-pencapaian untuk merasa berharga. Ketika udah mencapai sesuatu, kita terus naikin targetnya.
Tanpa sadar, kita sulit merasa cukup, susah meluangkan waktu istirahat, dan dampaknya burnout yang gak berkesudahan.
FOMO
Fear of Missing Out di mana kita takut tertinggal dari orang lain.
Ketika melihat orang lain produktif dan punya banyak pencapaian, rasanya kita ingin punya pencapaian yang sama.
Padahal tiap orang punya situasi dan kapasitas berbeda, yang membuat pencapaian dan standar sukses jadi berbeda pula.
5 Insight dari Buku Do Nothing
Di tengah perasaan bersalah ketika ga produktif ini, gue membaca buku Do Nothing.
Buku ini mengajarkan kepada kita kalo gak melakukan apa-apa adalah solusi bagus untuk beristirahat dari terlalu sibuk dan terlalu banyak bekerja.
Buku yang sederhana tapi insightnya sangat relevan di situasi gue saat itu. Yuk kita bahas satu per satu.
1. Fenomena Cult Efficiency
Celeste Headlee, penulis buku Do Nothing mengangkat isu Cult Efficiency.
Sikap yang menganggap semakin sibuk kita, maka semakin baik dan merasa bersalah kalo istirahat.
Orang-orang berlomba untuk jadi produktif dengan;
Seabrek kegiatan di to do list
Gak meluangkan waktu yg cukup untuk istirahat
Pengen waktu ekstra tiap hari
Bahkan di personal life, kita juga mencari-cara untuk efisien.
Misalnya dengan target 'quality time' sama keluarga.
Kita jadi kurang enjoy dalam aktivitasnya.
Tapi lebih fokus ke gimana caranya kumpul sama keluarga di waktu yang singkat dan padat.
2. Fokus ke efisiensi, bisa menurunkan kesempatan koneksi yang bermakna
Di dunia kerja, email dan teks sering jadi media yang efektif, karena bisa dikirim kapan aja dan gak banyak menghabiskan waktu.
Tapi media ini juga memiliki kekurangan, karena kurang efektif untuk membangun hubungan yang bermakna.
Sebaliknya berkomunikasi dengan suara lebih baik dalam aspek itu.
Studi menunjukkan bahwa kita lebih baik dalam mentolerir opini yang berbeda ketika kita mendengarnya dibandingkan ketika membacanya.
3. Kita gak bener-bener tau penggunaan waktu kita
Studi menemukan kalo kita sering melebih-lebihkan waktu kerja. Padahal waktu kerja gak meningkat dalam beberapa dekade terakhir.
Ini karena kita kurang aware sama penggunaan waktu.
Studi menunjukkan orang yang aware sama penggunaan waktunya akan lebih banyak luangin waktu untuk istirahat.
Sebaliknya, orang yang punya low time perception akan banyak ngabisin waktu untuk nonton TV, scrolling medsos, dan overwhelmed.
Nah kita bisa mengimprove ini di langkah selanjutnya.
4. Pentingnya mencatat setiap aktivitas
Salah satu cara untuk lebih aware terhadap penggunaan waktu adalah mencatat tiap aktivitas dan durasinya.
Setelah udah punya gambaran besarnya, tugas selanjutnya adalah bikin jadwal yang ideal buat kita. Termasuk luangkan waktu untuk bersantai.
5. Refleksi tujuan jangka panjang
Salah satu masalah krusial dari obsesi pada produktivitas adalah kita bisa kehilangan bigger picture.
Kita terlalu fokus pada prosesnya, sampai abai sama tujuan akhirnya.
Sebaiknya kita biasakan untuk mengevaluasi kegiatan / habit yang kita punya, dengan bertanya
"Apakah itu semua akan mendekatkan kita ke tujuan jangka panjang kita?"
Ketika kita nge skip proses ini, kita lebih mungkin untuk disibukkan dengan hal-hal yang ga bermanfaat
Recap
5 Insight dari Buku Do Nothing
Fenomena Cult Efficiency
Fokus ke efisiensi, bisa menurunkan peluang koneksi yang bermakna
Kita gak bener-bener tau penggunaan waktu kita
Pentingnya mencatat setiap aktivitas
Refleksi tujuan jangka panjang
Kalo lo merasa episode kali ini bermanfaat, share juga ya ke temen lo yang butuh info ini.
Thank you!
Content of The Week
LinkedIn - High Performer vs Gila Kerja
Kadang kebiasaan yang kita pikir udah baik, ternyata justru toxic. Ada masanya gue terjebak sama "Gila kerja", sampai lupa istirahat dan kualitas kesehatan jadi menurun. Gue share 3 pertanyaan yang bisa membantu.
X - 6 Latihan Berpikir Strategis di Kantor
Gimana caranya jadi tangan kanan atasan? Salah satunya adalah punya kemampuan berpikir strategis. Caranya bisa dengan melatih 6 kebiasaan ini ketika bekerja.
Instagram - Persiapan Mental Buat Pebisnis Pemula
Ketika awal membangun bisnis, gue ngerasa pede banget. Gue spikir selama gue cinta sama apa yang gue lakuin semuanya bakal mulus. Ternyata kenyataan gak seindah itu.
Tiktok - 3 Alasan banyak manager gagal di 1,5 tahun pertama
Sebanyak 50-60% manager gagal dalam 18 bulan pertama setelah dipromosikan. Itu data yang gue baca dari Harvard Business Review. Penyebabnya karena manager ga bisa mengeksekusi strategi yang dibuat. Ada 3 alasan dibalik itu.
ty for sharing ...